Di Bali, masih sepi kalau pagi. Hanya ada suara angin dan desir pasir dan ombak di kejauhan. Di pantai yang biasanya padat, kutemukan spot untuk merapat.
Di antara ilalang, kubenamkan sebentar kepala. Ambil jeda sejenak. Semilirnya angin yang membawa serta pasir menerpa pipi. Tetapi tak kuhiraukan. Kapan terakhir terlelap di rerumputan?
Ini namanya grounding. Melepas energi negatif agar diserap oleh bumi yang energinya positif. Karena tubuh kita kadang menyimpan kelebihan arus, akibat keseringan dekat gadget atau sumber listrik.
Namun.. Ada suara lainnya. Itu bunyi burung pelatuk, atau perutku yang mematuk-matuk? Oh, pantasan. Ternyata sudah jam 10 pagi lewat. Aku kelaparan.
Sebagai destinasi wisatawan berkuliner, seleksi makanan di Pulau Dewata sangat berwarna. Tradisional, internasional, fusion (penggabungan dua atau lebih cita rasa kuliner yang berbeda), tersebar di berbagai areanya. Tetapi aku suka yang lokal. Kubuka google untuk menemukan nasi campur terdekat. Dan pesan GrabCar ke sana.
Masih berdiri di antara jalan setapak, ada Warung namanya Wardani.
Buka sejak lebih dua dekade, Warung Wardani populer dari tahun 80an. Warga lokal dan turis sering lalu lalang demi sesuap nasi campur. Popularitasnya terpampang di area depan, dalam deretan foto selebriti yang pernah menjejakkan kaki.
Wujudnya sederhana, interior yang sesuai fungsinya saja. Minimalisme secara estetika, juga tanpa pendingin ruangan. Tetapi warung ini sudah buka lagi di 3 tempat. Tinggal pilih lokasi mana yang lebih dekat, ada di Denpasar, Renon, atau Tuban.
Kupesan sepiring nasi campurnya. Pelayanannya sangat cepat, tidak sampai 10 menit pesanan sudah diantarkan ke meja. Karena pelayanannya yang cekatan dan juga ramah, warung ini cocok buat quick lunch.
Sepiring nasi campur Warung Wardani, cuma buatku! Bareng sate lilitnya yang kebetulan baru saja matang, dan masih panas… Alamak!
Masih sama rasanya. Empuk dan agak sedikit manis. Sate sapinya lebih terasa bumbunya, lumayan pedasnya dan ada rasa manisnya juga. Yang mantap juga dendeng sapinya, perpaduan renyah, manis, pedas…. dan ayam suwirnya juga enak gilak.
Yang terbaik untuk disendokkan terakhir, adalah udang gorengnya, begitu memorable-nya setiap kali ke Bali membuatku harus mampir.
Tetapi memang kulinarinya di sini sangat cocok di lidahku, yang suka semua rasa nyampur dengan akur, dengan pedas yang nanggung. Tidak ada yang adu kuat karena semua ingin saling melengkapi dan memperkaya kekurangannya. Tak buru-buru kuresap rasa gurih, renyah, asam manis, dalam satu ramuan khas masakan Bali.
Dari ketiga warungnya, Warung Wardani di Jalan Yudistira adalah yang pertama dibuka. Tempatnya cukuplah besarnya. Selain makan di tempat dan bungkus, mereka juga menyediakan nasi paket untuk dibawa luar kota, dengan lauk pauknya masing-masing dibungkus terpisah.
Nasi campur halal yang enak! Apalagi nikmatinya bareng es daluman. Es ini memiliki kemiripan dengan es dawet, dibuat dengan santan, cincau, dan sirup. Kupesan sebagai pelengkap bahagia.
“Dari mana?” tanya bli padaku seiring mengantar es daluman.
“Jakarta.”
“Oh, nasi campurnya Warung Wardani ada juga di Cempaka Putih.”
“Oya? Entar aku mampir, bli!”
Kalau ini aku baru tahu. Ternyata sudah sampai Jakarta cabangnya. Bedanya, di sana nasi campurnya dari nasi putih lawar sayur, ayam besisit, sate lilit, telur pindang, dan sambal. Tetapi setiap penjual memang punya lauk andalan.
Yang jadi andalan di sana, Nasi Campur Wardani 7 topping, dan 4 topping. Paling banyak dicoba adalah Nasi Campur 7 topping-nya yang berisi lauk ayam bakar suwir bumbu merah, telur pindang, krispi tempe dan kentang, dendeng sapi, udang krispi, sayur labu plus nangka serta sate sapi dan sate lilit, dan nggak ketinggalan, sambal matahnya.
“Semua menunya rapi dijaja di lemari display”, lanjut ceritanya bli.
Untuk telur pindang, tidak memakai telur ayam tetapi telur bebek. Sedangkan sate sapinya terbuat dari daging sapi segar yang tak melalui proses pembekuan. Sayurnya sendiri direbus dengan kaldu ikan dan daging sapi.
Yang istimewa juga ayam suwir bumbu merah. Daging ayamnya juicy dan lembut. Ayam suwirnya itu diproses khusus. Jadi dibakar dalam kondisi utuh tapi sudah dimarinasi lalu dicampur dengan bumbu yang sudah dibuat sebelumnya, ini resepnya khusus. Sengaja dibakar keseluruhan agar mendapat kaldu dari tulang sehingga rasanya lebih juicy.
Oh, Bali. Berlalu sekejap lagi, karena aku harus kembali. Ke kota di mana waktu nggak lelah berlari.
ALAMAT Jalan Yudistira Denpasar, Jalan Merdeka Renon, Jalan Waringin Tuban, atau pesan di GrabFood
HARGA Kira-kira Rp17.500 – Rp30.000 per porsi
DETAIL Buka setiap hari dari pukul 8 pagi sampai 4 sore
MENU REKOMENDASI Nasi Campur