Buatku yang selera makannya lebih kuat di malam hari, mencari kuliner malam rasanya lebih menyenangkan daripada siang. Beruntungnya, di ujung mana pun di negeri ini, kuliner malam nggak sulit ditemukan.
Entah berlimpah tangan-tangan yang jago masak, atau karena tanahnya kaya rempah, beraneka menu kuliner malam bergantian jadi favoritku. Apalagi setiap kota mempunyai jajaan tradisional masing-masing.
Siang atau malam. Takkan kehabisan pilihan. Bubur ayam pagi-pagi, roti bakar malam-malam. Kacang ijo buat sarapan, martabak buat tengah malam. Lontong sayur menyambut hari, wedang ronde menutup hari.
Di ujung Jalan Cibadak di kota Bandung, ada Ronde Alkateri yang cukup terkenal. Letaknya dekat alun alun, bersebelahan pintu masuk Jalan Sudirman, gerobak Ronde Alkateri menunggu pengunjungnya.
Warung sederhana ini pengunjungnya luar biasa. Antrean panjang, bukan pemandangan yang nggak biasa.
Dapur dan tempat makannya, terpisah oleh gang kecil. Pegawainya sangat ramah. Dengan dua meja dan sejumlah bangku, menyeruput ronde kadang mesti dipegang tangan, kalau tak mendapat duduk. Beratap langit dan tak terbatas dinding, udara yang sejuk langsung merasuk tulang. Pakaian hangat disarankan di tempat ini.
Enaknya, orang-orang di Bandung nggak berlama-lama kalau pakai bangku. Selepas ronde habis, mereka segera pergi dan bergantian duduk dengan pelanggan lain.
Di antara antrean yang berjajar, banyak yang memesan bungkus pulang. Pesan di GrabFood sebetulnya juga bisa. Tetapi mood-ku sedang ingin berada di luar.
Ramuan yang dibuat oleh Ronde Alkateri pas sekali menemani di kala udara Bandung mulai dingin.
Menunya tiga saja. Ronde campur, isi tiga ronde besar dan sisanya ronde-ronde kecil. Ronde besar, yang isinya tujuh ronde berisi kacang tanah. Atau ronde kecil, yang isinya butiran-butiran ronde kecil tanpa isi.
Spesialnya ronde di gerobak ini, adalah ronde besarnya yang legendaris. Dan setiap pelanggannya diberikan pilihan untuk menentukan sendiri ronde kesukaannya.
Ronde dengan isian kacang atau tanpa kacang. Kuahnya dipakaikan gula atau tidak. Gulanya yang putih atau gula aren. Diberikan jahe atau tidak. Kalau mau jahe, jahenya yang merah atau yang putih.
Waktu lalu aku ke sini, aku pesan wedang ronde campur yang isinya ronde besar dan yang kecil, dengan kuahnya yang merah biar lebih nendang. Ronde yang kecilnya hanya bola-bola adonan tepung beras saja, kalau yang besar adonannya diisi kacang tanah yang sangat halus.
“Aku pesan yang besar ya, tante.”
Sambil dituangkan ronde warna warni berisi kacang tanah ke dalam mangkuk, langsung terbayang gurih rasanya di mulut.
“Sudah coba yang campur?”, seru penjajanya.
“Sudah, tante. Mau coba yang besar.”, kataku.
“Oke. Gula merah apa putih?”
“Aku gula merah dan jahe merah.”
“Kalo mau nambah jahenya di botol.”, seru penjajanya lagi dengan senyum yang renyah.
“Oke, tante! Nuhun.”
Semangkuk hangatnya terpaksa kupegang tangan karena nggak kedapatan meja dan cuma bangku. Tercium aroma jahenya dan kuah gula merah yang harum.
Kusendokkan ke mulut, kuahnya. Kemudian, ronde besarnya. Seporsi isinya 7 bulatan, lumayan banyak lah. Sambil mengunyah ronde besar, kuseruput bersama kuah jahenya. Wah enaknya di leher!
Ibu penjual ronde ini membuat langsung rondenya di tempat. Jadi terjamin keasliannya. Adonannya segar dan bikinnya cepat. Walau ramai, nunggunya nggak lama.
Kalau makan di tempat, disediakan jahe dalam botol yang tinggal kita tuang. Kalau jahenya terasa kurang pekat, kita bisa menambahkannya sendiri.
Ronde yang besar berisi kacang tanah tumbuk. Adonannya kenyal. Tidak begitu lengket ketika dikunyah. Chewy-nya pas dan ada tekstur crunchy. Luarnya lembut dan dalamnya kacang banget dengan sudah disulap jadi sangat halus.
Aku suka jahe merahnya, yang menguatkan rasa rondenya tanpa terlalu nyelekit. Kuah gula merahnya juga tidak kemanisan, dan langsung akrab sama lidah. Cocok buatku yang nggak suka ronde hardcore.
Kuah yang seimbang antara rasa jahe dan gula merah sangat menenangkan raga dan jiwa.
Malam dingin begini (apalagi tadi habis hujan), enak sekali nyendokin ronde jahe ke tenggorokan. Habis semangkuk wedang ronde, tinggal rebahan.
Ronde atau Wedang Ronde adalah kulinari tradisional terbuat dari jahe, yang biasanya dikonsumsi sebagai penghangat tubuh atau penawar lelah hayati. Jajanan lokal ini hidangan tersohor di Jawa Barat.
Wedang Ronde Alkateri adalah nama warung yang cukup populer di kalangan pecinta Wedang Ronde. Tempat ini terbilang legendaris dari tahun 1984. Terkenal tak pernah mengubah racikan rondenya yang orisinil.
Di sekelilingnya, tenda jajanan kuliner lokal berkerumun. Termasuk penjaja nasi kuning dan martabak. Di sepanjang jalan yang diselimuti rasa ini, pengunjungnya ramai ketika hari mulai temaram. Mungkin karena Jalan Cibadak memang sudah jadi destinasi kuliner malam sekian lama.
Warung Ronde mudah ditemukan di Bandung. Namun tiap kali ke kota ini aku harus mampir ke gerobak Wedang Ronde Alkateri. Dan nyenyaklah malamku.
ALAMAT Jalan Alkateri no.8, Braga, Bandung, atau pesan di GrabFood
HARGA Kira-kira mulai dari Rp18.000 per porsi
DETAIL Buka mulai jam 5 sore
MENU REKOMENDASI Ronde Besar dengan Gula dan Jahe Merah