Makassar, Januari 2020 – Akhir November 2019 yang panas di Makassar. Meski masih terbilang pagi yaitu pukul 09.00, tapi suhu di Makassar cukup membuat dahi berkerut dan enggan beraktivitas di luar ruangan. Suhunya hampir mencapai 37 derajat celcius. Mendung kerap kali muncul, namun hujan sepertinya masih malu-malu menampakkan diri di kota ini.
Pada waktu itu juga, guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Syahrul Hakim (26) berjalan keluar untuk berbagi perihal kesibukannya sebagai seorang pengajar siswa berkebutuhan khusus. Syahrul ditemui di sekolah tempatnya mengajar yang berada di area di Kelurahan Bulurokeng, Kecamatan Biringkanaya. Jaraknya sekitar 14 km dari pusat kota, dan membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk menjangkaunya. Daerah sekolahnya cukup membuat bingung.
Syahrul keluar menggunakan setelan seragam hitam putih; kemeja putih, bawahan hitam. Pemuda yang baru mengakhiri masa lajang pada Agustus 2019 itu menyambut dengan senyumnya yang ramah. Logat khas Makassarnya sangat kental.
Sebelum memulai obrolan, Syahrul menutup pelajaran lalu mengantar siswanya hingga ke gerbang sekolah. “Beginilah aktivitas sehari-hari saya sebagai pengajar siswa berkebutuhan khusus,” kata Syahrul membuka percakapan.
Suami dari Nuzul Fitriani ini bercerita, dirinya menjadi seorang pengajar SLB sejak 2015 silam. Profesi ini sesuai dengan latar belakang pendidikannya yaitu Strata Satu (S1) jurusan Pendidikan Luar Biasa di Universitas Negeri Makassar. Status Syahrul di SLB tempatnya mengajar masih sebagai guru sukarelawan dengan gaji Rp300 ribu per bulan.
Meski cenderung minim, tapi gaji itu sangat disyukuri Syahrul. “Saya beruntung karena ada sekolah yang mau menggunakan jasa saya, apalagi profesi ini sesuai dengan disiplin ilmu kuliah saya dulu, yaitu guru Pendidikan Luar Biasa,” tuturnya.
Menurutnya, gaji yang layak tentu sangat diinginkannya, tapi yang utama baginya adalah kesempatan untuk mengaktualisasikan ilmu yang didapatnya semasa kuliah.
“Sekolah ini adalah wadah bagi saya untuk menerapkan ilmu yang didapatkan di kampus dulu. Ilmu yang saya terapkan tiap hari bagi siswa dan selalu diulang-ulang, Insya Allah akan awet. Jadi saya tidak pernah berpikir untuk menyerah sebagai guru meski dengan gaji sangat sedikit,” tutur anak sulung dari tiga bersaudara.
Di tengah keterbatasan penghasilan sebagai guru sukarelawan, Syahrul merasa sangat beruntung bisa bergabung sebagai mitra pengemudi GrabBike. Penghasilannya sebagai pengemudi GrabBike mencapai Rp3 juta sebulan, dan ia tetap bisa menjalani profesinya sebagai guru.
“Manfaat yang sangat saya rasakan sebagai mitra GrabBike adalah waktu kerjanya yang fleksibel. Di sekolah pukul 08.00 dan selesai pukul 12.00, setelah itu bisa open trip. Jadi tak ada yang saya tinggalkan, antara passion sebagai guru maupun kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup,” ujar Syahrul bersemangat.
Dalam menjalani pekerjaan sebagai pengemudi GrabBike, Syahrul juga kerap membahas perihal anak berkebutuhan khusus kepada mitra dan teman sesama pengemudi ojek online.
“Saya sering berbicang dengan pelanggan, berusaha bersikap ramah kepada mereka. Itu cara saya untuk memberikan pelayanan yang baik. Sering dalam obrolan itu akhirnya saya mengungkapkan profesi saya yang lain sebagai guru SLB, saya pun memberikan pemahaman kepada mitra tentang sikap menghadapi anak berkebutuhan khusus dan juga mengajak pelanggan untuk tidak menggunakan istilah autis dalam candaan, karena selain orangtua dari anak berkebutuhan khusus, itu sangat melukai kami juga sebagai guru SLB,” ungkapnya.
Syahrul juga mengisahkan saat diajak oleh temannya menjadi mitra pengemudi Grab tahun 2017 silam, Syahrul khawatir akan menemui kesulitan. “Meski saya sarjana sudah paham teknologi, tapi belum tahu seluk beluk Grab. Ada muncul rasa takut. Takut tersesat dan lainnya. Dulu kan belum paham sistem kerja Grab. Tapi ternyata, teknologinya sangat mumpuni, pokoknya semua jadi mudah. Misalnya, GrabChat dengan fitur foto dan pesan suara, dan juga penyamaran nomor telepon supaya pengemudi dan penumpang merasa aman. Semuanya sudah disiapkan buat kita. Sisanya hanya kemauan. Asal kita mau, pasti selalu jalannya mudah,” sambungnya.
Profesi Syahrul sebagai “tukang ojek” mitra pengemudi GrabBike acap kali mendapat cibiran dari orang di sekitarnya. Namun Syahrul tak pernah gentar dan tetap bersemangat dalam menjalaninya.
“Ada banyak yang nyinyir dengan pekerjaan saya sebagai tukang ojek, sementara saya kan sarjana. Saya sih tidak masalah yang penting pekerjaan ini sangat menolong kehidupan saya dan juga halal,” ucapnya.
Penghasilan dari pekerjaan sebagai pengemudi GrabBike juga membantu Syahrul untuk mempersunting wanita idamannya. Sebagian dari modalnya untuk menikah adalah hasil jerih payahnya di Grab.
“Kita sebagai anak muda tidak boleh menyia-nyiakan peluang, Grab memberikan peluang untuk berpenghasilan yang layak, harus dimanfaatkan,” terangnya.
Syahrul juga memiliki catatan sejarah sebagai salah satu pendiri komunitas ojek online yang telah mendapatkan pengakuan resmi dari Grab, yaitu Komunitas Lintas Sudiang (KLS).
Awalnya Syahrul tak ada niat sama sekali untuk berkomunitas. Tapi temannya meyakinkannya dengan menjelaskan tentang manfaat dari berkomunitas, khususnya bagi tukang ojek online. Komunitas itu pun dirasakan manfaatnya bagi Syahrul dan pengemudi ojek online pada umumnya, khususnya yang melintasi kawasan Sudiang.
“Saya sangat senang, meski tukang ojek tapi persatuannya sangat kuat. Anggota komunitas ini saling menolong saat ada yang kesusahan. Misalnya, ada yang motornya mogok, kekurangan modal untuk membayar pesanan, atau ada yang tertimpa musibah, pasti anggota komunitas bergotong royong untuk mengulurkan bantuan,” jelas Syahrul.
Sebelum menutup obrolan, Syahrul menyampaikan harapannya agar Grab tetap eksis di Indonesia dan ikut membantu perekonomian masyarakat.
“Saya berdoa agar Grab semakin berkembang, memberikan ruang untuk meraup penghasilan bagi orang seperti saya,” imbuhnya.
Syahrul merupakan satu dari lima juta wirausahawan mikro yang tergabung dalam ekosistem Grab di Indonesia. Berdasarkan temuan riset, Tenggara Strategics dan CSIS mengestimasi bahwa Grab berkontribusi sebesar Rp 4,2 triliun ke perekonomian kota Makassar pada tahun 2018 melalui empat lini usahanya. GrabCar merupakan kontributor terbesar yang memberikan kontribusi Rp 1,92 triliun. Kontributor kedua ialah GrabBike dengan Rp 1,85 triliun. Selanjutnya adalah GrabFood dengan kontribusi sebesar Rp 379 miliar. Dan GrabKios (KUDO) melalui jaringan agennya menciptakan kontribusi ekonomi sebesar Rp 43 miliar.