Bandung, Desember 2019 – Keterbatasan bukan sebuah alasan untuk berpangku tangan. Setiap orang punya kesempatan, setiap orang punya hak untuk mencapai keinginan. Begitu pun dengan yang dilakukan Fajar Shiddiq. Teman tuli asal Bandung ini ingin bekerja layaknya orang biasa.
Fajar, pemuda yang ramah senyum ini, tidak pernah mengeluh dengan keterbatasannya. Meski tidak bisa mendengar, Fajar tahu dia masih memiliki kemampuan agar hidupnya mandiri. Oleh karena itu, dia selalu berusaha bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan membantu perekonomian orang tuanya. Menyambut Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2019, kisah Fajar bisa jadi inspirasi bagi kita.
Fajar yang kini berusia 27 tahun adalah salah seorang mitra pengemudi GrabCar di Bandung. Sebelum bergabung dengan Grab, dia pernah bekerja di butik selama satu tahun. Dia bertugas memotong kain dan semacamnya. Namun, karena merasa tidak cocok dan penghasilannya terasa kurang, dia memilih berhenti.
Setelah keluar, Fajar mencari pekerjaan di tempat lain. Namun, dia selalu ditolak. Bahkan, selama satu tahun dia tidak memiliki pekerjaan.
“Awalnya saya sudah mencari kerja ke banyak tempat, tapi selalu ditolak. Saya bingung. Kemudian, waktu itu, saya dapat info dari Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) soal kesempatan kerja di Grab. Mereka tahu kemampuan menyetir saya sangat baik,” ujar Fajar dengan menggunakan bahasa isyarat.
Fajar pun mendiskusikan hal tersebut dan meminta restu orang tuanya. Meskipun tahu risiko bekerja di jalanan, namun Fajar tetap bertekad untuk bekerja sebagai mitra pengemudi Grab karena ingin membantu sesama dan mendorong perekonomian untuk mendapat kehidupan yang lebih layak. Orang tua Fajar mengizinkannya bekerja di Grab dengan satu syarat: hati-hati. Dia pun tidak merasa khawatir bekerja mengemudikan mobil karena sudah terbiasa sejak dulu. Setelah melamar dan 3 bulan menunggu, Fajar resmi menjadi mitra GrabCar pada Juli 2019.
Fajar menjadi teman tuli pertama yang menjadi mitra GrabCar di Bandung. Fajar bersyukur karena disabilitas seperti dirinya diberikan kesempatan bekerja menjadi mitra pengemudi.
Setelah bekerja sebagai mitra GrabCar, Fajar mengaku mengalami perubahan, terutama keberanian untuk berkomunikasi.
“Dulu, waktu saya belum kerja di Grab, kadang-kadang saya merasa kurang percaya diri. Kalau bertemu orang juga khawatir salah ngomong, takut salah paham. Tapi, setelah masuk Grab, saya jadi berpikir, tidak apa-apa, meskipun saya tuli, saya tetap harus berani untuk berkomunikasi. Apalagi saya punya tanggung jawab agar customer selamat sampai tujuan, jadi saya harus berani,” tutur lelaki yang senang berolahraga ini.
Selain itu, Fajar merasa bekerja sebagai mitra Grab cukup mudah. “Ketika saya dapat orderan menjemput customer, saya langsung berangkat menjemputnya,” tuturnya dengan bantuan gerak isyarat.
Namun, Fajar sadar akan kemungkinan kesulitan berkomunikasi dengan customer, maka dia selalu mengatakan kepada setiap penumpangnya, “’Maaf saya enggak bisa dengar. Jadi, kalau mau komunikasi bisa duduk di depan’. Saya juga tempel poster (berisi informasi bahwa saya tuli dan informasi lainnya) di mobil saya, supaya customer paham.”
Di sisi lain, menanggapi perbedaan antara dirinya dengan mitra lain, Fajar mengaku tidak pernah mempersoalkannya. Fajar mengaku kenyamanan dan kebermanfaatan dirinya untuk orang lain adalah hal utama.
“Saya merasa nyaman dengan pekerjaan ini. Yang penting saya juga berhasil mendapatkan nafkah dari Grab,” katanya.
Fajar sendiri tidak pernah mengambil risiko dalam berkendara. Dia lebih memilih keselamatan penumpangnya.
“Saya biasanya tidak salip-menyalip. Saya biasanya berusaha bersabar saja. Yang penting saya dan customer selamat sampai tujuan. Menurut saya, pengguna jalan pun harus sopan, tidak usah berebut jalan. Saya sendiri menghindari hal itu.”
Setelah bekerja menjadi mitra layanan roda empat ini, Fajar, yang bekerja mulai pukul 5 pagi hingga Maghrib ini, mengaku terbantu secara ekonomi. Hasil jerih payahnya itu dia pakai untuk keperluan sehari-hari, membantu orang tua, ditabung untuk menikah, dan membuat usaha lain.
Kini, Fajar sedang berupaya mewujudkan salah satu mimpinya, yakni membuat Kopi Tuli. Nantinya, selain menjadi tempat ngopi, tempat tersebut juga menjadi ruang bagi masyarakat untuk belajar bahasa isyarat.
“Saya ingin memiliki usaha Kopi Tuli. Kebetulan di Bandung belum ada Kopi Tuli. Saya juga sedang mencari tempatnya. Di sana, orang-orang juga bisa belajar bahasa isyarat,” katanya.
Bekerja menjadi mitra GrabCar membawa Fajar ke berbagai pengalaman menarik. Tidak sedikit yang terkejut ketika bertemu Fajar, banyak juga yang membuat Fajar terkejut atas sikap para penumpangnya.
“Dulu ada customer. Dia sadar bahwa saya tuli. Jadi, selama perjalanan, dia hanya diam. Akhirnya saya coba komunikasi. Customer-nya kaget. Akhirnya kami komunikasi, tapi saya minta komunikasinya pelan-pelan. Setelah sampai di tujuan, dia bilang terima kasih menggunakan bahasa isyarat. Saya kaget. ‘Kok bisa?’ tanya saya, dia bilang, ‘Kan saya melihat posternya’,” tutur Fajar sembari tersenyum.
Hal itu membuat Fajar terharu dan senang karena penumpangnya berusaha mempelajari bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengannya. Dia pun berharap semakin banyak orang yang mau mempelajari bahasa isyarat.
Selain itu, penumpangnya pun tidak jarang merasa heran dan kaget ketika mereka buru-buru dan kondisi jalan macet, tapi Fajar bisa membawa mereka sampai tepat waktu melalui jalan alternatif. Fajar mengatakan, dirinya sudah hafal jalan-jalan di Bandung sejak SMA. Dia pun menunjukkan jempolnya kepada penumpang tersebut, tanda semuanya aman terkendali.
Selama 3 bulan bekerja di Grab, Fajar mengatakan, “Saya merasa Grab itu bisa menyatukan teman-teman se-Indonesia. Saya harap Grab tetap tidak membeda-bedakan.”
Rencana ke depan, Fajar masih akan bekerja sebagai mitra GrabCar. Selain itu, dia berharap semua masyarakat mengetahui informasi mengenai tuli, supaya semuanya bisa bekerja sama. “Dan saya harap pengangguran di Indonesia menurun,” katanya.
Untuk memperluas misi Grab untuk memastikan setiap orang dapat menikmati manfaat dari ekonomi digital, terlepas dari kondisi mereka, Grab memperkenalkan program ‘Mendobrak Sunyi’ bekerja sama dengan GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) pada September lalu, dengan menawarkan kesempatan bagi teman Tuli menjadi mitra pengemudi Grab. Grab ingin memberikan kesempatan bagi teman Tuli dan orang dengan keterbatasan pendengaran untuk dapat berpartisipasi lebih baik dalam ekonomi digital melalui ekosistem Grab. Ada banyak pembaharuan dari sistem teknologi Grab seperti fitur bantuan khusus, materi pelatihan menggunakan subtitle dan juga alat bantu komunikasi di dalam mobil dan di atas motor.
Fajar merupakan salah satu dari jutaan mitra pengemudi Grab yang meraih impiannya demi membahagiakan orang tersayang. Saat ini, Grab menyediakan layanan dengan jangkauan terluas di Asia Tenggara di 338 kota yang tersebar di 8 negara dengan lebih dari 152 juta unduhan aplikasi, termasuk Indonesia tempat Grab beroperasi di 224 kota dari Sabang hingga Merauke.
Khusus di kota Bandung, data menunjukkan Grab berkontribusi sebesar Rp 10.1 triliun pada tahun 2018. Kontribusi terbesar dihasilkan oleh GrabBike dengan nilai Rp 4,59 triliun, yang selanjutnya disusul oleh GrabFood dengan nilai kontribusi sebesar Rp 3,76 triliun. GrabBike dan GrabCar juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja di Kota Bandung. Sebelum bermitra dengan Grab, 38% mitra GrabBike, dan 39% mitra GrabCar tidak memiliki sumber penghasilan sama sekali.