Bunda Dea, Srikandi Asal Surabaya Banting Setir Jadi Sopir Ojol Demi Sekolahkan Empat Anak

Surabaya – Sosok pekerja keras melekat pada diri Tri Desi Arisandi Natalia atau yang akrab disapa Bunda Dea. Sejak 2016, dirinya harus bisa berbagi peran sebagai seorang ibu sekaligus ‘ayah’ bagi keempat anaknya. Sempat menekuni profesi sebagai guru TK di Cilacap dan Surabaya, Dea kini fokus menjadi sopir ojek online di Kota Pahlawan demi menafkahi keluarganya.

Pasca ditinggal suami, Dea memutuskan untuk menetap di Surabaya dan menjadi guru homeschooling TK. “Saya sempat mengikuti pelatihan dari yayasan untuk mendapatkan sertifikat bukti layak mengajar. Namun semua hanya berjalan 6 bulan saja, saya memutuskan untuk berhenti lantaran pada saat itu penghasilan yang didapatkan sebagai guru TK tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keempat anak saya. Akhirnya, kerja sebagai sales multi level marketing dan kemudian memutuskan untuk bergabung menjadi mitra pengemudi GrabBike pada Februari 2019 hingga sekarang,” kenang Dea. 

Menjadi orang tua tunggal tidak lantas membuat Dea menyerah pada keadaan, tapi justru memacunya untuk tetap semangat menjalani profesi sebagai mitra pengemudi GrabBike. Keberadaan anak-anaknya selalu memotivasi dirinya bekerja. “Anak-anak tidak pernah malu dan selalu mendukung saya untuk bekerja menjadi mitra pengemudi GrabBike, yang penting halal,” tukasnya. 

Di samping itu, menjadi mitra pengemudi GrabBike memudahkan Dea untuk berkumpul dengan keluarga termasuk memperhatikan perkembangan pendidikan keempat anaknya. “Selama dua tahun, pendapatan harian saya mengalami peningkatan sehingga bisa menafkahi keluarga, bahkan dapat memberikan pendidikan yang terbaik bagi keempat anak saya. Walaupun biayanya tidak murah, tapi saya memilih sekolah terbaik agar anak-anak saya bisa mengembangkan talentanya,” tegas ibu yang juga mahir berbahasa Jepang dan Inggris. 

Kondisi pandemi yang terjadi saat ini menjadi tantangan baru bagi Dea. Sebagai orang tua yang berperan ganda, ia pun harus semakin pintar mengelola waktu antara bekerja dan mengurus anak-anaknya. “Sejak pandemi, saya menambah jam bekerja saya sebagai sopir ojek online. Bagi saya tidak ada istilah mengeluh, saya harus semangat berjuang dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin,” ungkapnya.

Di sela-sela pekerjaan rutin yang dijalani, Dea masih bisa menyempatkan diri beraktivitas sosial bersama Komunitas Srikandi. Komunitas yang dibentuk pada 1 Januari 2019 ini merupakan wadah bagi 40 anggota yang mayoritasnya merupakan ibu yang berstatus sebagai orang tua tunggal.

Aktivitas dari Komunitas Srikandi cukup beragam mulai dari donor darah hingga pembagian nasi bungkus yang dilaksanakan setiap Jumat. “Untuk kegiatan sosial, komunitas belum punya donatur dana, tapi banyak perusahaan dan yayasan yang mau berbagi rezeki pada aktivitas Komunitas Srikandi,” tukasnya. 

Komunitas Srikandi juga memiliki koperasi yang juga mendorong anggota untuk menjadi seorang entrepreneur. Dea berharap suatu saat nanti, koperasi bisa berkembang menjadi besar dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

“Di komunitas ini, kami juga dapat saling membantu para anggota Srikandi yang sedang mengalami kendala saat bekerja. Misalnya ketika salah satu dari kami rantai rodanya lepas, atau motor mati di tengah jalan, kita sesama anggota dapat saling berkomunikasi melalui grup aplikasi pesan (WhatsApp Messenger), sehingga anggota lain yang terdekat dapat menuju lokasi kejadian untuk membantu. Kemudian, saat mengambil orderan di malam hari, kami anggota Srikandi yang mayoritas perempuan merasa aman di jalan karena selalu dipantau keberadaannya dengan melakukan share location ke komunitas,” jelas Dea

Dea berharap dapat terus memberikan pendidikan terbaik bagi putranya terutama anak bungsunya yang saat ini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). “Sebagai orang tua tunggal, saya selalu memberikan kebebasan dalam belajar. Karena saya percaya dengan teori yang pernah diberikan oleh salah satu psikolog anak terkemuka, bahwa kecerdasan anak itu tidak hanya dapat dilihat dari nilai akademis saja tapi bisa melalui kecerdasan non akademik. Sehingga nantinya mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik dan bisa menggapai cita-citanya,” pungkasnya.