Sop Cendrawasih masih membuai rasa dari 1952

 

Aku belum lahir tahun 1952.  Tapi Sop Cendrawasih, sudah punya nama.

Sop yang melegenda di tanah Makassar ini, diwariskan pada keturunannya, yang sekarang sudah sampai pada generasi kelima. Ini rahasia yang jarang terpapar di balik rasanya yang tak tercemar.

Mas Tomo adalah generasi kelima yang mengelola tempatnya saat ini. Menggunakan resep yang ditinggalkan untuknya secara turun temurun, Mas Tomo mempertahankan rasa yang sama di balik kuah dan isi dari semangkuk Sop Cendrawasih.

 

Untung sekali. Walau Makassar asing bagiku, di tempat yang jauh dari rumah, aku punya kenalan dekat. Nggak perlu merasa sendiri, karena ada keluarga di sini. 

Tapi kalau tidak pun, siapapun di zaman ini bisa tinggal tekan aplikasinya. Karena sekarang semuanya serba gampang. Mulai dari pesan mobil, book hotel, isi pulsa, sudah mudah lah.

Dan karena torang samua basudara (kita semua bersaudara), sekarang ini jadinya kita selalu bisa diantar oleh orang lokal ke lokasi yang tak dikenal, sampai berjam-jam.

Sudah coba Sewa GrabCar? Pakai deh, jadi kita nggak perlu nyasar. Karena nanya orang pun, belum tentu benar.

Saudara yang tinggal di sini cerita, Di Makassar, ada warung yang masih operasional sejak tahun 1952. Namanya Warung Sop Cendrawasih Mas Tomo. 

Karena aku selalu penasaran dengan cita rasa otentik di masa lalu, pasti tempatnya akan kutuju.

Awalnya Sop Cendrawasih malah sudah ada dari tahun 40an, tapi bukanya di Pasar Jalan Merpati. Lalu mereka pindah ke Jalan Cendrawasih, dan jadi lebih dikenal dengan Warung Sop Cendrawasih di bawah pohon besar. 

Dulu pernah buka cabang di mall, 3 tahun lamanya. Tapi sekarang hanya fokus di Jalan Cendrawasih saja, dan juga di GrabFood, yang membuat Sop Cendrawasih dipesannya mudah, langsung makan di rumah.

Sop Cendrawasih rupanya seperti perpaduan antara rawon dan sop saudara dengan daging pilihan. Tersaji lengkap dengan buras ukuran jumbo, dan kacang goreng, serta telur.

Semangkuk penuh berisi soun, daging, paru, hati, perkedel, dan taburan seledri. Tambahkan cabai sesuai selera, tapi kalau pun tidak, sudah menggoyang indera dari aroma.

Kupesan semangkuknya, mangkok jumbo. Juga Buras jumbo. 

Sop Cendrawasih disajikan hangat-hangat. Cukup penuh seporsinya.

Ooh… Sop daging yang rasanya sangat enak, dengan buras yang lumayan besar dan lembut dikunyah, porsinya semakin padat dengan ketupat.

Resep turun temurun Sop Cendrawasih melegenda sampai luar negeri.  Pelanggannya yang berada di luar negeri ada yang cukup fanatik.

Tempatnya saja yang awalnya sulit terlihat, tetapi setelahnya akan teringat. Masih ramai hingga saat ini. Oleh pelanggan lokal dan pejabat, hingga pelanggan dari Hongkong yang sengaja ke Makassar karena kangen dengan sopnya.

“Di zaman 60an, mantan presiden juga pernah mampir ke sini.” lanjut Mas Tomo.

 

Untuk mengerti sesuatu yang sifatnya warisan, memang harus datang langsung ke tempatnya. Baik itu bicara soal lokasi ataupun cita rasa.

Dibalut oleh ruangan yang sederhana, tempat ini sangat jauh dari kenyataan ini sudah tahun 2019. Dalam kesederhaan ini, aku dibuat lupa pada hingar bingar kota dan kehidupannya yang cepat. Dan terbuai waktu sambil menghabiskan sopku ini.

Jadi teringat dengan perjalananku menyusuri kota ini dari beberapa hari lalu. Suasana masa lampau, juga terlukis oleh kotanya. Yang walau terhitung kota besar, namun masih kental dengan nuansa tempo doeloe yang menawan.

Sambil menunggu kenyang turun, kubuka lagi foto-foto yang terambil ketika melintasi Benteng Fort Rotterdam. Bangunan berusia ratusan tahun dan dahulu istana kerajaan. Yang saat ini sudah jadi museum.

Kusadari kameraku penuh oleh sesi pemotretan di dalam Museum La Galigo. 

“Ahh.. bagusnya, ketika menyebrang ke Pulau Samalona.” Ujarku dalam hati. Dari dermaga dekat Fort Rotterdam ada banyak kapal yang disewakan dengan harga 400 ribuan. Kapalnya bisa diisi sampai 10 orang, sehingga makin penuh makin murah.

Di Pulau Samalona bisa main air. Atau menapaki semenanjung pulau tropisnya.

Dan di pusat kota, mengunjungi pecinan yang ditempati oleh tiga kelenteng. Masing-masing dengan keunikan dan keindahannya. 

 

Kenyang sudah perlahan turun, dan kubayar Sop Cendrawasihku. Pelayannya mengatakan sesuatu sebelum aku beranjak, “Sop Cendrawasih menerima pesanan untuk acara keluarga, pesta, juga pernikahan.” Aku mengangguk dan berterima kasih atas layanan yang ramah. 

Habis ini belanja oleh-oleh ke Jalan Sumba Opu. Masih banyak waktu.

 

ALAMAT Jalan Cendrawasih, Makassar, atau pesan di GrabFood

HARGA Kira-kira Rp6.000 – Rp25.000 per porsi

DETAIL Buka setiap hari dari pukul 7 pagi sampai 8 malam

MENU REKOMENDASI Sop Cendrawasih dan Buras